Contextual Teaching and Learning (CTL)
Permasalah
terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum
bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan
itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan
motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu
mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti
konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang
selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah.
Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat
berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat
ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode
yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang
bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning / CTL)
Definisi
Pembelajaran Kontekstual atau CTL menurut para ahli. Definisi tersebut antara
lain.
·
Elaine
B. Johnson mendefinisikan pengertian pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau disebut secara lengkap
dengan Sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah: sebuah proses
pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Dengan pengertian tentang pembelajaran kontekstual diatas,
diperlukan usaha dan strategi pengajaran yang tepat, sehingga dapat dicapai
tujuan untuk mengantarkan guru dan murid dalam sebuah pendidikan yang
kontekstual. Untuk mencapai tujuan ini, sistem pembelajaran kontekstual
mempunyai delapan komponen utama.
Komponen pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
1.
membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
2.
melakukan
pekerjaan yang berarti,
3.
melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri,
4.
melakukan
kerja sama,
5.
berpikir
kritis dan kreatif,
6.
membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme),
7.
mencapai
standar yang tinggi,
8.
dan
menggunakan penilaian autentik.
tentang delapan komponen tersebut lebih lengkap telah dibahas dalam
artikel kafeilmu.com sebelumnya sebagaimana link yang disertakan.
·
Definisi
Pembelajaran Kontekstual Menurut Departemen Pendidikan AS
Definisi Pembelajaran Kontekstual selanjutnya berasal dari US
Departement of Education sebagai salah satu penyelenggara pendidikan berbasis
kontekstual ini. Menurut US Departement of Education Office of Vocational and
Adult Education and the National School to Work Office, mendefinisikan
Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi
dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika belajar.
·
Definisi
Pembelajaran Kontekstual Menurut Akhmad Sudrajat
Akhmad sudrajat, mendefinisikan Contextual Teaching and Learning
(CTL) sebagai berikut:
Contextual Teaching and Learning (CTL) Merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/
konteks lainnya.
·
Definisi
Pembelajaran Kontekstual menurut Diknas
Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan Contextual Teaching
and Learning (CTL) sebagai berikut:
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan
kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara
menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta
didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya
disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat
disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan
dalam tugas pekerjaan.
CTL
disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut
teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta
didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat
terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan
nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran
secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan
sekitarnya.
Berdasarkan
pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan
pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di
laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan
pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar
yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi,
sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif pemahamannya.
Dalam
linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara
ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep
diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai
contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat
mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah
energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena
dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam
dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan
pengaruhnya terhadap lingkungan.
Ciri-Ciri
Pembelajaran Kontekstual
•
Adanya
kerjasama antar semua pihak;
•
Menekankan
pentingnya pemecahan masalah;
•
Bermuara
pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda;
•
Saling
menunjang;
•
Menyenangkan,
tidak membosankan;
•
Belajar
dengan gairah;
•
Pembelajaran
terintegrasi;
•
Menggunakan
berbagai sumberr;
•
Siswa
aktif;
•
Sharing
dengan teman;
•
Siswa
kritis, guru kreatif;
•
Dinding
kelas dan lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar-gambar,
artikel, dsb;
•
Laporang
kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, dsb.
Dengan
menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah
modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
1.
Prinsip
kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling
bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan
mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik
lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip
kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling
mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang
rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman
dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.
2.
Prinsip
diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk
menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi
membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara
belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri.
Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
3.
Prinsip
pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan
disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan
seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku
sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana,
menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru,
pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan
mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Kembali
ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu
siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan
strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered
daripada Teacher Centered.
Menurut
Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
2)
Mengkaji
konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa.
3)
Memahami
latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara
seksama.
4)
Mempelajari
lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan
mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran
kontekstual.
5)
Merancang
pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan
pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
6)
Melaksanakan
penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan
refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Kurikulum dan
pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun
untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting:
·
MENGAITKAN:
Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan
strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam
konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari
yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi
tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran
kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan
tersebut.
·
MENGALAMI:
Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar
kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat
ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan
bentuk-bentuk penelitian aktif.
·
MENERAPKAN:
Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri
siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik
dan relevan.
·
KERJASAMA:
Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya
membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang
karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi
dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya
sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong
siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
·
MENTRASFER:
Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan
membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat
bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut
Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh
komponen utama, yaitu
1.
Konstruktivisme
(constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan
tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif
secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur
pengetahuanyang dimilikinya.
2.
Menemukan
(Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari
observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan
(hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3.
Bertanya
(Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman
siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana
keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6)
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan
siswa.
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil
pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar
diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke
yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5.
Pemodelan
(Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan
apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,melibatkan siswa
dan juga mendatangkan dari luar.
6.
Refleksi
(Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang
baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa
lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh
hari itu.
7.
Penilaian
yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa.
Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang
benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan
kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Kelebihan &
Kekurangan Contextual Teaching and Learning
·
Kelebihan
1.
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2.
Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
·
Kelemahan
1.
Guru
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
2.
Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar