Selasa, 02 Desember 2014

Review Buku Lonceng Kematian Pendidikan

PENGANTAR PENDIDIKAN TENTANG LONCENG KEMATIAN
PENDIDIKAN NASIONAL DAN MELAWAN NEOLIBERALISME PENDIDIKAN


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
Yang dibina oleh Bapak Dr. Sukamto, M.Pd, M.Si


Oleh
Alfim Syafa’uddin Niami       /140741602062
Khoirul Anhar                         /140741600858
Yuni Milatus Sholikha             /140741603288







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
September 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Substansi pendidikan sebagai wadah untuk mencerdaskan, pun juga proses integrasi bangsa, proses kebudayaan, serta national and character buiding menjadi terabaikan. Privatisasi dan liberalisasi pendidikan ini, salah satunya ditampilkan langsung oleh RUU/UU BHP. Imbasnya, Pendidikan menjadi sangat legal-formal-managerial, ekonomi-kapitalistik dan tata kelola didalamnya pun mengerucut pada masalah pendanaan. Pendidikan tinggi pun kemudian menjadi sangat elit dan tertutup bagi kaum miskin, masyarakat akhirnya harus merana hidup di tanah sendiri dan orang kaya saja yang bisa menghirup nafas lega akan situasi pelik ini. Melawan liberalisme Pendidikan adalah rekam sejarah, perlawanan rakyat akan sistem pendidikan yang membelenggu. Sistem yang secara privat hanya diperuntukkan untuk kaum-kaum tertentu.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini ada beberapa rumusan-rumusan masalah yang yaitu :
1.      Dua agenda apa yang digunakan para kapitalis dalam semangat meliberalkan pendidikan?
2.      Apa saja Dampak-dampak Negatif Neoliberalisme Pendidikan?
3.      Mengapa UU BHP Harus Ditolak?
4.      Bagaimana cara melawan Neoliberalisme pendidikan?
5.      Dimana seharusnya UU BHP digunakan?

1.3  Tujuan
Penulis dalam membuat makalah ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin di capai sebagai berikut :
1.      Agar kami mengetahui agenda para kapitalis dalam meliberalkan pendidikan.
2.      Untuk lebih mengetahui dampak-dampak negatif yang ditimbulkan Neoliberalisasi Pendidikan
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara melawan Neoliberalisme Pendidikan
4.      Untuk mengetahui alasan mengapa UU BHP ditolak


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lonceng Kematian Pendidikan Nasional
 “Lunturnya rasa nasionalisme itu antara lain disebabkan lahirnya perdagangan bebas yang merontokkan batas-batas negara serta kemajuan teknologi informasi yang tidak mengenal batas-batas waktu dan tempat.”
(H.A.R. Tilaar)
            Praktek-praktek kapitalisasi dan neoliberalisasi pendidikan di Indonesia sebagaimana telah dideskripsikan pada bab sebelumnya telah memunculkan banyak implikasi negatif. Implikasi-implikasi tersebut bahkan hingga menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan makna, nilai, tujuan , dan filosofi pendidikan itu sendiri. Substansi dan alasan adanya (rasion d’etre) pendidikan benar-benar tercabut dari makna, nilai serta tujuan pendidikan , yitu terutama untuk memanusiaakan manusia (humanisasi). Menjalarnya cara pandang ekonomi liberal hingga kesemua bidang kehidupan termasuk pendidikan telah menyeret dunia pendidikan kita menuju jurang kematian.
2.1.1 Neoliberalisme Pendidikan versus Kekuasaan Negara
Globalisasi pendidikan merupakan agenda yang disokong terutama oleh negara-negara maju, korporasi multinasional  dan sektor-sektor swasta. Dengan agenda tersebut tidak mengherankan apabila sekarang ini pemerintah kita terus didorong untuk menjadikan negeri ini sebagai tumbal bagi kepentingan kapital, mereproduksi sistem ekonomi liberal, dan melestarikan relasi kekuasaan yang mengkikis hak warga. Keadaan tersebut seolah-olah tidak terelakkan sehingga pendidikan pun terus menerus dikebawahkan (subordinated), bukan hanya terhadap prasyarat-prasyarat yang diinginkan kapital, tetapi juga terhadap permintaan-permintaan spesifik dari pemerintah sesuai dengan kepentingan kapitalis.Pendidikan bener-benar tela dijadikan semata-mata komoditas, bukan lagi menjadi hak yang melekat pada setiap warga. Dalam semangat meliberalkan pendidikan , para kapitalis menciptakan dua agenda besar; (1) Agenda-agenda untuk pendidikan yaitu apa yang mereka inginkan untuk disiapkan oleh pendidikan, atau bagaimana kapital menginginkan keuntungan tidak langsung dari pendidikan ; dan (2) Agenda-agenda dalam pendidikan yaitu bagaimana kapital mengambil keuntungan langsung dari pendidikan. Pendidikan telah diubah semata-mata sebagai industri yang darinnya keuntungan dapat diperoleh.
Karenanya, sungguh jelas bahwa saat ini negara memiliki peranan lebih besar dalam melancarkan gerak kapital, dimana kita lebih mudah melihatnya sebagai fenomena bertemunya dua kepentingan yaitu elite pejabat (negara) dan pengusaha (kapital) yang satu sama lain saling memerlukan. Kedekatan identitas antara kepentingan negara dan kapital akan mendorong rakyat untuk turun ke jalanan menentang kebijakan neoliberal. Namun ini merupakan asumsi teoritis yang dalam konteks Indonesia perlawanan yang kuat (globalisasi dari bawah) tidak kunjung terjadi, karena konteks dan sejarah depolitasi rakyat yang begitu kuat selama tiga desawarsa pemerintah Orde baru. Kecuali itu rakyat sekarang terjebak pada hedonisme teknologi sehingga lupa atau bahkan merasa tidak perlu bersikap kritis lagi terhadap kebijakan negara mengingat segala keperluan hidu dapat terpenuhi semua.
Depolitasi tersebut misalnya terjadi di kampus melalui penjinakan dan menjadikan perguruan tinggi sebagai instrumen kekuasaan negara dalam mereproduksi sistem ideologi berdasarkan kepentingannya. Negara dimasa orde baru memiliki jangkauan masuk yang amat luas dalam menentkan kurikulum. Pada masa itu kampus , terutama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) , adalah bawahan (subordinasi) negara , dan tugasnya ialah mendukung dan melegitimasi kebijakan negara. Fakta bahwa PTN didanai pemerintah ialah dengan ‘kompensasi’ bahwa semua penelitian, pendidikan dan program layanan publiknya haruslah sesuai dengan kebijakan penbangunan negara. Negara menyediaakan dana bagi kampus-kampus bukan dengn kesadaran sebagai kewajiban memenuhi hak warga, melainkan dalam mengontrol dan mengatisipasi dari kemungkinan munculnya sikap kritis kaum intelektual.
Era reformasi yang diharapkan mengubah banyak keadaan dunia pendidikan kita dalam kenyataannya hingga lebih dari satu dasawarsa masa Reformasi berlalu tidak ada kemajuan berarti. Hal yang sering terlihat malah kenyataanya bahwa kini pemerintah merespon kecenderungan global dunia pendidikan dengan menerapkan swastanisasi perguruan tinggi negeri melalui kebijakan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP), dimulai dari turunya PTN terkemuka seperti UI, UGM, IPB, dan ITB, kemudian diikuti oleh USU , UPI, dan UNAIR.
Sekarang ini perguruan-perguruan tinggi, terutama justru negeri, terus didorong untuk memasuki mekanisme “Kapitalisme akademik”, yaitu menjadi institusi pendidikan yang menganut sistem ekonomi dimana keputusn untuk kemajuan institusinya daidasarkan atas mekanisme pasar. Kampus sekarang ini layaknya perusahaan yang bersaing mendapatkan uang, baik dari sumber eksternal, misalnya kemitraan dengan dunia usaha dan penanaman modal, maupun internal seperti biaya dan pungutan kuliah dari mahasiswa. Perguruan tinggi , karena didorong oleh kebijakan negara yang merupakan akibat desakan kapital, juga kini dipaksa menganggap dirinya sebagai lembag yang harus memperoleh keuntungan dari usaha akademik dan bukan akdemik lainnya.
Lebih jauh lagi , implikasi-implikasi dari semua itu telah mengakibatkan disorientasi pendidikan tinggi itu sendiri. Para pengelola perguruan tinggi BHMN terseret dalam ambiguitas antara univesitas riset (research university) yang bertaraf internasional (world class university) di satu sisi, dengan usaha –usaha mencarai dana operasional di lain sisi. Hal itu terjadi karena di satu pihak subsidi dari negara berkurang, tetapi pada sisi lain PT BHMN didorong untuk mandiri dan meningkatkan kualitasnya sampai pada taraf internasional. Keduannya itu tentu memerlukan usaha yang berbeda. Untuk menuju reserch university dan world class university menuntut pesiapan iklim akademis yang kondusif , sementara usaha mencari dana operasional memerlukan kemampuan dan strategi bisnis yang jitu. Oleh karena keduanya tidak dimiliki para pengelola PT BHMN, maka yang terjadi kemungkinan adalah suatu tindakan yang mencengangkan kita semua, bahwa demi mencapai label reserch university dan world class university itu mahasiswa harus membayar mahal uang kuliah mereka. Hal itu terjadi karena untuk sampai pada tingkat reserch university dan world class university itu memerlukan biaya besar, sementara itu subsidi dari pemerintah cenderung turun dari hasil risetnya belum laku dijual ke industri.
2.1.2  Dampak-dampak Negatif Neoliberalisme Pendidikan
            Secara umum dampak-dampak neoliberaisasi ini adalah semakin mempersulit mayoritas masyarakat, utamanya masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan , sehingga munculah persoalan semakin lebarnya jarak ketidakadilan antara penduduk yang kaya dan yang miskin, sekaligus juga melestarikan kemiskinan struktural. Di satu pihak, praksis pendidikan memfasilitasi terjadinya akumulasi kapital yang makin bertumpuk pada lapisan golongan menengah atas yang dapat menikmati dunia pendidikan tinggi, di pihak lain, mereka tidak dapat mengakses pendidikan yang bermutu tinggi karena kemiskinan, semakin terpuruk.
2.1.2.1 Swastanisasi Pendidikan Mempersulit Akses Masyarakat
            Pendidikan negeri yang mestinya untuk publik (masyarakt luas) dan memberikan pelayanan sepenuhnya pada publik, telah berubah menjadi ‘milik privat’, khususnya untuk kelas menengah keatas, sehigga lembaga-lembaga pendidikan yang seharusnya terbuak untuk untuk publik karena dibiaya oleh negara, justru melahirkan borjuasi baru, yang semakin mempersulit pemecahn masalah kemiskinan struktural bangsa ini. Sangat ironis, pendidikan tinggi (negeri) yang seharusnya kritis terhadap persoalan-persoalan ketidakadilandan ketimpangan sosial, justru sama sekali tidak memfasilitasi golongan menengah kebawah untuk melakukan mobilitas vertikal, sebaliknya justru makin memperlebar jurang ketidakadilan antara kaya dan miskin, melalui penutupan akses bagi kaum miskin masuk ke sekolah-sekolah favorit yang dilabeli menjadi RSBI atau PTN-PTN, baik yang masih murni menjadi PTN maupun yang sudah diswastanisasi dalam bentuk BHMN.
            Golongan kaya karena mampu membayar biaya pendidikan yang amat mahal mampu mengakses layanan pendidikan yang amat baik, sehingga setelh lulus memperoleh lapangan pekerjaan yang mapan dengan berbagai fasilitas yang memadai (gaji tinggi, jaminan kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua). Sebaiknya golongan menengah kebawah, karena tidak mampu membayar biaya pendidikan, akhirnya bersekolah di sekolah-sekolah swasta pinggiran dan tidak mampu kuliah, maka ketika lulus SMP/SMTA mereka hanya bekerja disektor informal yang serba rentan dari berbagai masalah ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Mereka bekerja sekedar untuk dapat bertahan hari itu pula sehingga tidak ada tabungan untuk pendidikan anaknya, untuk hari tua, maupun ntuk jaminan kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan (tinggi) kita di satu sisi memproduksi kekayaan bagai golongan menengah keatas, tapi pada sisi lain mereproduksi kemiskinan bagi golongan menengah kebawah. Fenomena semacam itu sangat berbahaya karena kedepan dapat menciptakan kerawanan sosial yang tidak mudah dipecahkan yang dipicu oleh kesenjangan daam memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan. Dalam bentuk yang ekstrem dapat berupa kerusuhan sosial seperti yang terjadi di Prancis  tahun 2006 lalu.
            Jika merujuk pada konsep hak-hak asasi manusia, maka jelas pendidikan adalah bagian dari hak dasar yang dimiliki setiap warga negara dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Pendidikan dibebankan kepada warga negara, tetapi menjadi tanggung jawab negara. Maka bila warga negara harus memenuhi sendiri hak-hak dasar mereka, berarti negara telah menghianati amanat konstitusi. Maka gugur pulalah kewajiban warga negara (dalam membayar pajak misalnya) bila negara mengingkari kewajiban dasarnya. Padahal, seperti diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, pendidikan merupakan salah satu bentuk manifestasi dari upaya negara dalam pencerdasan bangsa, sehingga konsekuensi logisnya adalah negara bertanggung jawab pula atas pembiayaan pendidikan. UU BHP tidak mempertegas peran fungsi negara dalam pendanaan pendidikan sebaliknya mengaburkannya, maka UU ini bertentangan dengan UUD1945 , sehingga selayaknya dibatalkan oleh MK. Denmikian pula konsep RSBI yang mengizinkan sekolah secara legal melalui Permendiknas No 78 Tahun 2009 untuk melakukan pungutan kepada murid dari tingkat SD-SMTA, jelas bertentangan dengan UUD1945 pasal 31 ayat 2, maka selayaknya pula bila konsep RSBI tersebut dihapuskan.
2.1.2.2 Disorientasi Pendidikan Nasional
            Implikasi dari kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan seperti uraian diatas adalah mempertajam ketidakjelasan arah (disorganisasi) pendidikan nasional itu sendiri. Visi pendidikan sebagai pecerdasan maupun memerdekakan kehiduan bangsa dengan, isinya menyelenggarakan pendidikan gratis dan kritis itu tidak ada lagi dalam UU BHP dan RSBI. Sebaliknya UU BHP ini salah fatal ketika mengatur agar pendidikan tinggi dapat melakukan investasi portofolio (pasal 42 ayat 1-5) dan boleh membuka badan usaha (pasal 43). Kedua pasal tersebut bertentangan dengan visi pendidikan itu sendiri yang harus melahirkan orang-orang yang berbudaya dan merdeka. Bahkan bertentangan dengan sifat badan hukum pendidikan yang bersifat nirlaba.
            Pendidikan tidak lagi merupakan usaha sadar dari setiap manusia atau komunikasi untuk mencerdaskan, memerdekakan, memandirikan diri, serta membangun kebudayaan bangsanya, tapi sekedar sebagai aktivitas ekonomis yang memburu keuntungan semata. Tidak mungkin dalam suatu lembaga ada dua visi yang berbeda, karena pasti yang satu akan terkalahkan oleh yang lain, terlebih bila keduanya saling bertentangan. Kampus ibarat perusahaan , padahal masing-masing lembaga mempunyai etik dan etos kerja sendiri. Yang pertama etik dan etos kerja akademik , yang kedua etik dan etos pedagang.
2.1.2.3 Sekolah Bertaraf Internasional Memperlebar Kesenjangan
Sekolah bertaraf internasional (SBI) merupakan konsep baru yang diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasal 50 ayat (3) menyatakan : pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan dan semua jenjang pendidik untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional”
Munculnya Seklah Bertaraf Internasional (SBI) sebetulnya tidak lepas dari hasil kapital global yang ingin mencari legitimasi untuk menjual produk-produk jasa mereka, khususnya jasa pendidikan dan pelatihan.
SBI yang baru dalam taraf rintisan dikenal dengan sebutan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) tlah menimbulkan kehebohan tersendiri di masyarakat. Kehebohan tersebut dipicu oleh dua hal, yaitu yang pertama tentang arah pendidikan nasional yang semakin tidak jelas, karena tidak membangun karakter banngsa kecuali hanya menyiapkan tenaga-tenaga yang kompeten untuk berkompetisi di dunia internasional, sedangkan yang kedua menyangkut masalah biaya pendidikan di RSBI yang dianggap mencekik leher masyarakat akhrnya hanya golongan mampu saja yang dapat masuk ke RSBI , sehingga akhirnya RSBI melahirkan pengkastaan alam system pendidikan nasional dengan kata tertinggi RSBI, kemudian disusun SSN (Sekolah Standar Nasoional), sekolah-sekolah reguler, dan terakhir adalah sekolah-sekolah swasta pinggiran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengembangan RSBI sebetulnya justru semakin memperlebar kesenjangan terhadap akses layanan pendidikan antara orang kaya dan miskin. Golongan kaya karena kekayaannya justru menikmati pendidikan di sekolah-sekolah favorit yng dibiayai penuh oleh negara (yang dilabeli RSBI), sedangkan golongan miskin karena kemiskinannya justru bersekolah di sekolah-sekolah swasta yang mereka biayai sendiri karena pemerintah tidak memperhatikannya
2.1.2.4 UU BHP =  Korporisasi Pendidikan
            Korporasi adalah bentuk legal dari organisasi perushaan kapitalis (swasta)maupun publik , yang sering kali sebagai perusahaan dengan kepemilikan saham bersama, atau juga bisa merupakan suatu perusahaan saja.
Apa yang menonjol dalam korporasi adalah masalah tata kelola, yaitu bagaimana membangun tata kelola yang baik dan profesional guna memberikan kepuasan kepada pelanggan itu ditandai dengan pemberian sertifikasi ISO, yaiu upaya standaraisasi mutu internasional.
Bila dicermati bahwa pasal mengenai “tata kelola” itu sangat mendominasi dalam UU BHP(Pasal 14-36) dari total 69 pasal, maka jelas sekali bahwa UU BHP pada saat itu merupakan upaya sistematis untuk membentuk korporasi pendidikan.
Otoritas ISO sebagai satu-satunya lembaga penjamin mutu institusi pendidikan menjamin model tata kelola korporasi , yaitu tujuan utamannya adalah mengejar keuntungan. Padahal pendidikan dan pengajaran bukanlah proses produksi seperti halnya di pabrik atau perusahaan. Padahal, pendidikan bukanlah suatu tindakan bisnis, melainkan tindakan budaya, dan perwujudan hak  bagi setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Bila warga djadikan sebagai konsumen/pelanggan/pembeli, maka berarti negara memerankan diri sebagai penjual. Ini jelas kekeliruan paradigmatik ,sekaligus memperjelas penerapan ISO dibidang pendidikan merupakan bagian dari upaya korporasi pendidikan. Pendidikan diberlakukan seperti produk industri yang bisa diperjual-belikan. Dengan demikian, penerapan ISO di bidang pendidikan telah mendorong pendidikan sebagai bidang yng darinya bisa untuk mencari keuntungan(education of profit)
2.1.2.5 Hilangnya Idealisme dan Integritas Intelektual
            Persoalan mahalnya biaya pendidikan itu akan memunculkan masalh etika. Misalnya, tingginya biaya kuliah di Fakultas Kedokteran , Farmasi, dan Teknik akan mendorong para lulusanya untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya guna mengembalikan modal kuliah , setelah lulus kuliah. Bagi seorang dokter atu farmakolog/apoteker usaha untuk mengembalikan modal kuliah itu mau tidak mau dengan menadikan orang sakit sebagi komoditas. Akhirnya, dokter yang pada masa lalu sangat mulia karena menjalankan tugas-tugs kemanusiaan , kedepan akan bermetamorfose menjadi sejenis “drakula yang menghisap darah pasien” untuk memperoleh bayaran yang tinggi, entah lewat pemeriksaan atau resep obat yang diberikan. Bahkan mungkin suatu penyakit yang ringan dan tidak perlu dioperasi , terpaksa harus dioperasi hanya karena si dokter harus berpenghasilan yang besar. Bila orientasi seorang dokter atau farmakoog adalah mengumpulkan uang sebanyak banyaknya , maka sadar atau tidak sadar cara kerja mereka adalah mengeksploitasi pasien atau orang sakit. Dampaknya lebih jauh adalah seakin banyaknnya orang miskin yang tidak tertolong nyawanya karena saat sakit tidk mampu berobat. Berita mengenai pasien tidak diterima oleh rumah sakit karena tidak memiliki uang muka untuk membayar biaya perawatan. Kondisi serupa mungkin akan makin banyak ketika pendidikan kedokteran tetap menjadi pendidikan yang termahal dan kemahalannya tidak ditanggung oleh negara, tetapi oleh masyarakatnya sendiri.
“kapitalisme akademik” yang di biarkn terus-menerus bukan hanya memingirkan orang miskin dari akses pendidikan di kampus negeri, tetapi juga dari akses layanan kesehatan dan hak hidup. Inilah yang ada dalam seri studi INSIST (Institute for Social Transformation) disimpulkan bahwa orang miskin dilarang sekolah, orang miskin dilarang sakit, orang miskin dilarang hidup, karena hak atas pangan mereka pun dibatasi.
            Sedangkan bagi seorang insinyur sipil, mencari uang sebanyak-banyaknya itu dilakukan dengan mengkorup dana pembangunan, sehingga kualitas bangunanya rendah. Dimasa mendatang , semua sarjana, termasuk sarjana sosial dan humaniora akan berlaku sama, yaitu mencari uang sebanyak-bnyaknya agar segera dapat mengembalikan modal kuliah. Akibatnya kualitas sarjana kita nanti sama dengan kualitas Bupati/Walikota/Gubernur hasil pemilihan langsung dengan menggunakan politik uang, yaitu bermental korup dan berorientasi pada pengumpualn kapital untuk mengembalikan modal kuliah.
            Fenomena seperti itu sangat buruk bila tidak dicermati sejak sekarang. Selain itu, fenomena seperti itu akan semakin mempersulit untuk mendapatkan orang-orang yang bersedia bekerja penuh idealisme dan kerlawanan, maupun integritas keilmuan yang tinggi untuk menegakkan kebenaran, melayani sesama, pengembanga kebudayaan dan peradaban bangsa, serta menjaga integrasi bangsa dan sosial. Tugas universitas sebagai penjaga kebenaran pun akan hilang karena peran itu tidak diajarkan lagi di universitas.
2.1.2.6 Melepaskan Tanggung Jawab dan Diskriminasi Pada Swasta
Hal yang terlupakan dalam UU BHP ini adalah peranan swasta di dalam hal pencerdasan kehidupan bangsa yang berlangsung sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan hingga sekarang pada tingkat pendidikan menengah hingga tinggi peranan swasta lebih dominan dari pada peran pemerintah sendiri. Terhadap peran swasta yang besar itu semestinya pemerintah berterima kasih kepada swasta dan ketika memiliki uang, semestinya membantu sekolah-sekolah swasta tersebut agar tetap sssssberkembang , bukannya justru malah membuat kebijakan yang secara sistematis mematikn swasta, seperti misalnya membuat SD SMP satu atap , mendirikan unit sekolah baru di daerah yang sudah ada sekolah swastanya, atau membuka program ekstensi sebanyak-banyaknya di PTN-PTN.
Jadi kesimpulannya UU BHP ini sangat diskrimiatif terhadap sekolah/perguruan tinggi swasta, sehingga tidaklah keliru kalau dikatakan pemerintah ingin lepas tanggung jawab dalam pendanaan pendidikan. Para penyusun dan pendukung (konsultan, pejabat Departemen Pendidikan Nasional, dan DPR), dan rektor BHMN tampaknya tidak pernah memahami keberadaan sekolah-sekolah/perguruan tinggi swasta dan orang yang belajar didalamnya.
2.1.2.7 Antara Otonomi dan Mandiri
            Otonomi dan kemandirian lembaga pendidikan, terutama pendidikan tinggi, merupakan isu yang diusung melalui swastanisasi PTN dalam bentuk BHMN maupun perumusan UU BHP. Tapi bila mengacu pada pengalaman negara-negara lain yang menjalankan otonomi pendidikan di satu pihak, dan mencermati pasal demi pasal dalam UU BHP maupun PP, baik tenang pembentukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan PP tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan , maka sebetulnya yang ada bukanlah otonomi pendidikan(tinggi), melainkan kemandirian lembaga pendidikan (tinggi) dalam membiayai pendidikan.
            Sedangkan yang terjadi di Indonesia termasuk yang tejerumuskan dalam UU BHP, sebetulnya bertolak belakang dengan prinsip otonoi pada umumnya. Demikian pula yang ada  di PP tentang pembentukan BHMN, yang ada adalah kemandirian PT BHMN dalam menggali dan mengelola dana, sedangkan otonominya tidak ada karena pada saat peilihan rektor, suara wakil Menteri (Pendidikan) mendominas 35% sendiri, sedangkan anggota MWA(Majelis Wali Amanah)lainnya hanya satu suara. 
2.1.2.8 Hilangnya Kedaulatan Rakyat dalam Pendidikan
Rakyat dalam terminologi ideologis adalah representasi dari golongan miskin. Oleh sebab itu, ketika kita menyatakan bahwa rakyat telah kehilangan kedaulatannya dalam pendidikan, maka pernyataan ini telah menunjuk pada kelompok miskin di negeri ini. Bila dicermati pasal demi pasal, seperti yang yang tercermin dalam pasal pendanaan diatas, maka jelas sekali bahw UU BHP sama sekali tidak memberikan ruang bagi rakyat untuk memperoleh akses pendidikan, karena dukungan dana dari pemerintah dan pemerintah daerah hanya dikonsentrasikan ke sekolah-sekolah negeri (BHPP dan BHPPD), padahal sekolah-sekolah negeri itu justru dihuni oleh warga golongan menengah ke atas. Warga golongan miskin(rakyat) mayoritas bersekolah di swasta-swasta pinggiran yang biayanya mereka tanggung sendiri, karena tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah hanya membantu saja. Padahal, sebagai bagian dari warga Indonesia, mereka juga punyahak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan. Tugas negara mestinya mencerdaskan semua warga, bukan hanya golongan kaya saja. Sungguh ironis bila kebijakan pendidikan di Indonesia ini membuat yang miskin justru membayar lebih banyak untuk mendapatkan yang sedikit (the poor pay more), sebaliknya golongan kaya justru membayar lebih sedikit untuk memperoleh yang banyak. Dosa besar dari UU BHP ini seandainya tidak dibatalakan adalah hilangnya kedaulatan rakyat akan pendidikan
2.2       Mengapa UU BHP Harus Ditolak?
Berdasarkan paparan diatas mengenai berbagai permasalahan yang akan ditimbulkan oleh UU BHP , maka UU BHP memang selayaknya harus ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut.
1.      Indonesia telah memiliki UU Sistem Pendidikan Nasional  yang baru (No.20/2003) yang proses penyusunanya diwarnai dengan penuh kontroversional sehingga FPDIP memilih walk out karena tidak setuju dengan substansi RUU. Bila kemudian DPR dan pemerintah akan mengesahkan RUU menjadi UU BHP, maka sama saja pemerintah mengeliminir keberadaan UU sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), mengingat asas yang dianut dalam UU BHP itu adalah asas lex specialis. UU BHP lebih khusus dari pada UU sisdiknas, terutama dalam hal tata kelola.
2.      UU BHP bakal menghilangkan kosakata sekolah,guru,serta yayasan, dan menggantinya dengan satu kata yang seragam yaitu badan hukum pendidikan (BHP)
3.      Peran swasta dalam melayani pendidikan yang sudah dimulai sejak sebelum kemerdekaan RI, dihapuskan begitu saja dalam UU BHP ini dengan memaksa mereka berubah bentuk menjadi Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM)
4.      UU BHP ini akan menyederhanakan masalh pendidikan hanya terbatas pada masalah tata kelola dan pendanaan saja, sementara peran pendidikan sebagai pencerdasan kehidupan bangsa, proses integrasi bangsa dan sosial, proses kebudayaan, membangun kepercayaan diri sebagai indivdu maupun bangsa, membangun kemandirian, nation and character building, serta peradaban bangsa menjadi terabaikan.
5.      UU BHP ini mengaburkan peran Negara dalam hal  pendanaan pendidikan.
6.      UU BHP ini mendeskriminasi peran swasta dalam pencerdasan bangsa karena pendanaan untuk sekolah-sekolah swasta tidak diatur/dijamin dalam UU BHP ini.
7.      UU BHP tidakk hanya fokus mengatur Pendidikan Tinggi,tapi mengatur semua jenjang pendidikan formal, dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Jadi sama sekali tidak betul peryataan bahwa UU BHP ini hanya mengatur tentang Perguruan tinggi saja, seperti yang diperkenalkan kepada publik selama ini.
8.      UU BHP ini melegalkan praktek bisnis di lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah/kampus)karena mengizinkan BHP melakukan investasi dalam bentuk portofolio maupun mendirikan badan usaha komersial.
9.      Pada tingkat sekolah/perguruan tinggi swasta, tata kelola yang diatur dalam UU BHP ini rawan konflik di internal lembaga, yaitu ketika satuan pendidikan  merupakan organ BHP yang bertindak untuk dan atas nama organ penentu kebijakan umum tertinggi dalam mengelola pendidikan.
10.  UU BHP ini akan juga menjadi petaka bagi guru dan dosen. Selain tidak ada lagi profesi guru , juga tidak ada jaminan hidup mereka tambah sejahtera seperti yang dijanjikan oleh Pemerintah sebaliknya nasib mereka makin tidak jelas, karena kedepan, hubungan guru/dosen dengan badan hukum pendidikan sangat tergantung pada perjanjian kerja dengan BHP masing-masing.
11.  Secara keseluruhan, istilah dalam setiap bab dan pasal dalam UU BHP lebih cocok untuk mengatur sebuah korporasi(perusahaan), bukan untuk mengatur pendidika yang harus mencerdaskan bangsa.
12.  Janji pemerintah bahwa BHP akan memajukan dan memperluas akses pendidikan masyarakat tidak memiliki landasan empiris dan yuridis, kecuali hanya ilusi belaka.
13.  Fakta di lapangan menunjukan bahwa setelah PTN berubah statu menjadi BHMN, maka biaya masuk ke Fakultas Kedokteran fakultas yang akan melahirkan orang-orang yang bekerja untuk kemanusiaan justru menjadi fakultas termahal untuk dijual(bisa mencapai 250 juta), tapi rata-rata antara Rp 50-Rp 150 juta per mahasiswa. Selain ini suatu bahaya besar bagi bencana kemanusiaan ke depan, uang tersebut jelas tidak akan mampu dibayar oleh anak seorang guru dengan tanggungan dua anak, meskipun mereka maksimal hanya membayar 1/3 nya saja.
14.  Masalah etis yang akan ditimbulkan , karena biaya masuk ke Fakultas Kedokteran sangat mahal, maka dapat dipastikan bahwa setelah tamat sekolah orientasi mereka adalah secepat-cepatnya mengembalikan modal dengan menjadikan orang sakit sebagai sumber kapital.
15.  Keberatan terhadap keberadaan UU BHP bukan pada pasal per pasal, tapi pada ruh dan keseluruhan substansi UU BHP itu sendiri, yaitu sangat liberal, kapitalis, dan bertentangan dengan jiwa pancasila dan UUD 1945 yang menjadi dasar negara.
16.  Nilai positif yang ditawarkan oleh UU BHP adalah soal transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga pendidikan, Tapi nilai positif itu dapat diwujudkan tanpa harus melalui UU BHP, asalkan pemerintah jujur dan tidak korup.
17.  UU BHP ini jauh lebih berbahaya daripada RUU Sistem Pendidikan Nasional dan RUU Pornografi(sebelum keduanya disahkan menjadi UU) karena akan mengancam nasib pendidikan anak seluruh bangsa, untuk itu maka sebelum di implementasikan harus dibatalkan.

2.2              Melawan Neoliberalisasi Pendidikan         
            Krisis finalis di AS di penghujung tahun 2008 yang menular kebanyak Negara di Eropa hingga tahun 2012 serta berdampak langsung terhadap kinerja ekspor, indonesa membuktikan  bahwa kapitalisme mengandung banyak persoalan,tidak sekokoh yang dipersepsi oleh masarakat. Cara pandang liberal yang terus didorong untuk di terapkan pada suatu bidang kehidupan terbukti pula  mendatangkan bencana besar. anggapan ini bermula  dari keyakinan bahwa demokrasi libral sebagai sistem pemerintahan telah  telah memperoleh legitimasi  yang kuat di seluruh dunia pasca berakhir nya perang dingin.pandangan tersebut,misalnya,pernah di kemukakan oleh francis fukuyama dan menjadi sangat terkenal. Menurutnya demokrasi liberal adalah titik akhir dari evolusi ideologi umat manusia ,bentuk akhir dari model tata pemerintahan,dan merupakan sebuah akhir dan sejarah.
            Pandangan fukuyama tersebut kemudian banyak menunai kritik,misalnya dari david held yang menujukan bahwa fukuyama terlalu gegabah dalam mengambil kesimpulan bagi held liberalisme  tidak lah tunggal dan tidak  dapat di anggap sebagai hanya satu unit. Terdapat berbagai tradisi liberal yang memiliki pandangan berbeda  mengenai individu,otonomi, hak kewajiban subjek,hakikat dan membentuk komunitas. Menurut Held, fukuyama tidak menguraikan perbedaan tersebut dan tidak menunjuk kan alasan mengapa orang memilih salah satu dari padanya. Singkatnya, terdapat anggapan bahwa globalisasi dan neoliberalisasi sebagai keniscayaan, dan bahwa demokrasi dan kapitalisme adalah “ obat mujarab untuk sekali tenggak ". tentu pandangan ini salah karena banyak data yang menunjukkan bahwa kapitalisme dapat melumpuhkan demokrasi. Adalah kekeliruan besar menghubungkan secara erat antara demokrasi dengan kapitalisme.
            Dalam konteks UU BHP (Undang-undang Bahan Hukum Pendidikan) dan RSBI  upaya melebarisasi pendidikan di indonesa  hadir dengan  selubung demokraktisasi dengan penegakan otonomi neoliberalisasi pendidikan di negeri ini  sudah semakin mewabah dan bahkan mengurita .
2.2.1        Kisah Perlawanan    
            Sebetulnya  para pendiri bangsa  pada masa perjuangan  mereka telah memikirkan  bagaimana dasar prinsip, dan visi indonesa di masa menentang penjajahan memiliki  prinsip politik berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Menekan penting nya demokrasi sosial  dengan membangun kedaulatan ekonomi pangan, kesehatan menujunkesejateraan  sosial dalam buku demokrasi kita (1960) bung hatta memandang demokrasi politik  saja tidak lah mampu mampu mewujudkan  kesetaraan dan  dan persaudaaran bangsa . di sebelah demokrasi politik  demikian bug hatta  harus pula berlaku demokrasi ekonomi.kalau tidak, manusia belum merdeka,persamaan dan persaudaraan belum ada.  Lebih lanjut hatta menyatakan  bahwa nya cita-cita demokrasi indonesa sosial melingkupi seluruh lingkup hidup  yang menentukan nasib manusia .
2.2.2        Menolak Pengesahan RUU BHP    
             Gerakan menolak keberadaan dan pengesahan RUU BHP  sebetulnya di mulai sejak RUU BHP  digulirkan  ke publik pada 2003. Dasar penolakanya  tetaplah sama, yaitu kekawatiran  lepasnya  tanggung jawab, Negara dalam pendanaan pendidikan  setelah sekolah -sekolah dan perguruan tinggi berubah status  menjadi  badan hukum pendidikan penolakan sebagaian  masarakat itu  yang di dasarkan pada pengalaman  yang ada yaitu praktek perguruan tinggi badan hukum milik Negara yang memang semakin mahal  dan banyak menuai kritik karena makin tidak terjangkau  oleh golongan miskin. Takalah beberapa PTN terkemuka belum berubah status menjadi PT BHMN  banyak golongan miskin yang sekolah di sini bahkan banyak anak seorang guru  mampu sekolah kedokteran yang selalu mahal.tapi setelah berubah menjadi PT BHMN adalah hal yang langka anak seorang anak guru  yang sekolah di kedokteran tidak mampu kuliah karena biaya yang sangat mahal  dan tidak mampu membayar nya .atas dasar pengalaman lapangan itulah sikap penolakan terhadap RUU BHMN menguat.
            Gerakan penolakan ternadap ruu bhp itu di mulai dari kampus-kampus  yang mempunyai status bhmn  yang menyelengarakan diskusi yang mengerintis keberadaan  ruu bhp .mukin  karena mreka sudah  sudah merasakan dampak buruk  dari pt bhmn . di luar jawa  para mahasiswa  universitas hassanudin termasuk universitas yang paling aktif menolak  ruu bhp  baik melalui porum  diskusi maupun  unjuk rasa  mereka tetap melakukan penolakan sampai  terakhir ketika ruu bhp akan disahkan  pada tanggal 17 desember 2008.
2.2.2.1  Aksi Mahasiswa
             Pada saat paripurna dpr untuk mengesahkan  ruu bhp  menjadi uu di gelar  terjadi aksi penolakan  baik yang dilakukan mahasiswa maupun yang  di lakukan sekelompok kecil anggota masarakat yang beduli dengan pendidikan . di dalam gedung dpr , tempat berlangsung nya paripurna di lakukan  untuk menesahkan ruu bhp menjadi undang-undang, dan para mahasiswa melakukan aksi penolakan . menurut pemberitaan tersebut perwakilan mahasiwa megamuk dalam siding paripurna  dan mengatakan  wakil rakyat berhianat
            Sedangkan di luar gedung dpr  di depan pintu gerbang terdapat aksi massa ,baik yang dilakukan  oleh aliansi rakyat  menolak ruu bhp  yang terdiri dari aliansi guru di banten  FITRA ,ICW,koalisi pendidikan , dan aliansi masakat miskin juga para mahasiswa dan kelompok lmpd  (liga mahasiswa  nasional demokratik) .mereka berorasi sambimmembagikan pamphlet  yang bertuliskan  bhp ;badan haram pendidikan  serta membakar keranda  sebagai symbol kematian  pendidikan nasional. Meskipun jumlah mahasiswa yang melakukan aksi  sedikit tetapi menunjukan  bahawa tetap ada resistasi dari masarakat untuk menolak pengesahan ruu bhp menjadi uu pada saat itu. Supaya para peserta demontrasi untuk ikut masuk ke ruang rapat paripuna tetapi gagal, karena penjagaan pintu yang sangat ketat.
            Aksi penolakan  uu bhp  yang terjadi di purwokerto,Pontianak, semarang, dan Sumatra. Di purwokerto lebih dari lima puluh mahasiswa universitas jendral sudirman menuntut agar uu php di ajukan dalam uji materi kemahkaman konstitusi. Di Pontianak sekitar dua puluh mahasiswa dari BEM universitas tanjung pura Pontianak, BEM FISIP universitas tanjung serta BEM universitas muhammadiyah berunjuk rasa di bundaran tugu di gulis Pontianak.
   Beberapa alasan penolakan  terhadap pengesahan  ruu bhp yang di kemukakan oleh  mahasiswa,melalui peryataan  perwakilan bem  se-indonesa ,yaitu sebagai berikut: pertama,kewajiban perguruan tinggi merekut 20 persen  mahasiswa dari golongan  miskin ,porsi itu terlalu rendah bila di bandingkan dengan jumlah orang miskin di indonesa  yang semakin besar. Kedua mahasiswa kawatir pada  ketentuan pembubar dan pemalitan  perguruan tinggi  konsep penbubaran dan pemalitan  bhp itu sangat merugikan murid/ mahasiswa maupun  guru/ dosen , karena dapat menciptakan ketidak pastian pendidikan terjadi di negeri ini.
            Namun sikap sebagian mahasiswa itu berubah usai 35 perwakilan badan mahasiswa dari 20 perguruan tinggi di Indonesia menemui dikti departemen pendidikan nasional falsi jalal bagus julintok mahasiswa itb yang juga menjadi anggota majelis  wali amanat itb,menytakan bahwa  secara subtansi ,mahasiswa tidak lagi mempersalahkan  uu bhp  namun meragukan kemampuan pemerintah  kesulitan mengeluarkan  biaya yang besar untuk menutupi  dana investasi dan beasiswa  perguruan tinggi.      
2.2.2.2  Sikap PTS
             Pengesahan ruu bhp  menjadi  uu mengundag  banyak reaksi  baik yang pro atau yang kontrak.pt bhmn  maupun ptn –ptn jelas menerima  uu bhp  karena di pandang akan menguntungkan posisi mereka ,terutama berkaitan  dengan model pungutan uang kuliyah yang bermacam –macam dan semakin mahal. Sejauh pengamatan  dari media ,massa ,hanya sehat akademik ugm yang keritis terhadap keberadaan  ruu  maupun  uu bhp. Ketua senat  akademik prof.dr sutaryo pada saatitu memasuk orang-orang yang sangat aktif mengeritisi   keberadaan ruu bhhp  karena tata kekola di dalam uu bhp  menghabuskan peran yayasan –yayasan  pendidikan yang sejak prakemerdekaan sudah aktif dalam  mencerdaskan bangsa. Tetapi APTISI (asosiasi perguruaan tinggi swasta indonesa) dibawa ketuanya,suharyadi,menerima uu bhp.
            Asosiasi badan penyelengaraan  perguruan tinggi swasta indonesia. (ABPPTSI ,yang beranggotakan 1.900 yayasan dan mempunyai sekitar 2.400 perguruan tinggi,serta forum komunikasi  penyelengaran pendidikan swasta  menyatakan sikap tegas  menolak uu bhp dan mendesak presiden  ri tidak mendatangani  uu bhp sebagai bentuk kotmitmen  berpihak kepada masarakat, khususnya masarakat pendidikan. Ketua ABPPTSI  prof.dr Thomas Suyanto merupakan salah seorang yang amat vocal  menolak keberadaan ruu maupun uu bhp.ABPTSI adalah salah satu elemen  dalam masarakatat yang turut mengajukan  uji materi dimakamah konsitusi  baik sebelum ruu bhp di buat untuk mengugat  keberadaan pasal 53 uu sekdiknas maupun ruu bhp disahkan menjadu uu.  Sifat tegas di putusakan dalam  rapat anggota asosiasi dan forum itu,sikap tersebut  diyatakan setelah mempalajari isi undang-undang badan hukum pendidikan yang di sahkan dalam rapat sidang paripurna.
2.2.2.3  Mereka juga Menolak RUU/UU BHP     
            Guru besar universitas negeri Jakarta  prof.dr.h.a.r  tilaar dan prof.dr.winarno suracmat adalah guru besar yang secara lantang dan konsisten  berbicara terus menolak keberadaan ruu bhp ,baik di depan pres maupun mahasiswa .kedua tokoh ini selalu parter  baik sejumlah aktivis pendidikan yang menolak ruu bhp .dalam acara jumpa pres tanggal  2 desember 2008  yang sengaja di gelar untuk menolak pengesahan ruu bhp ,tillar mengatakan,secara teknis,tentu saja pemerintah mempunyai alasan untuk  merumuskan ruu bhp  tetapidalam konteks kehidupan berbangsa tidak benar. “aturan itubisa saja bagus di atas kertas, tetapi siapa yang akan mengontrol di terapkanya  porsi spp itu?  Kita biasa melihat perguruan tinggiyang telahmenjadi bhmn kemidian memungut biaya  dari masarakat”.sedangkan winarno  surakhmat mengemukakan ,bahwa ruu bhp mengakomondasikan  kehadiran lembaga pendidikan asing  yang secara ideologis  belum tentu sejalan dengan  landsan Negara pancasila.
            Sikap mereka tersebut itu berlanjut sampai  disahkan nya  uu bhp menurut prof,dr .h.a.r. tilaar,keberadaan uu bhp akan membuat masarakat miskin  semakin sulit  mengakses perguruan tinggi  karena biaya pendidikan yang semakin mahal .kalau biaya oprasional  di sekolah maupun di perguruan tinggi sangat mahal,saa saja rakyat miskin  tidak dapat mengakses pendidikan dengan mudah.tilaar memaparkan bahwa lebih dari  27%  murid di sekolah negeri dan mahasiswa perguruan tinggi negeri  bayak berasal dari golongan menegah ke atas .anak petani,sopir, buruh,nelayan,dan sejenis nya  justru sekolah di sekolahan swasta yang tidak bemutu ,yang tidak diatur dalam uubhp ini, sehingga  hak mereka untuk memperoleh pendidikan  hilang dengan di sahkan uu bhp ini. Menurut janji pemerintah bhp akan memperluas akses pendidikan masarakat tidak memiliki  landasan empiris  dan yuridis.tilaar mujuk pada penerapan  status  badan hukum milik Negara  di tuju perguruan tinggi negeri yang biayanya semakin mahal dan tidak di terjangkau oleh masarakat miskin.dia pun menilai  bahwa pemerintah  telah melangar konsitusi yang  menjamin akses pendidikan  bagi seluruh lapisan masarakat,sehingga dapat diajukan sebagai uji matriil  ke makamah konsitusi .pada saat di lakuka uji materi dim k ,prof. dr.tilaar dan prof.dr.winarmo surakhmat  salah satu saksi dari pemohon 21/PUU-VII/2009.meskipun alasan kesehatan prof .dr.winarmo menyampaikan  kesaksianya secara tertulis ,tetapi sempat di ambil sumpah nya di makamah konsitusi.prof .Dr.syafii maarif,jauh sebelum di sah kan uu bhp juga sudah nengigatkan bahwa  ruu bhp  akan semakin menjadikan pendidikan  nasional libralisasi  karena itu sebelum di sah kan lebih baik dpr dan pemerintah  meninjau ulang ruu bhp tersebut .menurut nya pendidikan bukan komoditas  seperti perdagangan .tetapi pendidikan merupakan  menanamkan niali-nilai luhur kebangsaan .pemerintah tidak melihat implikasi dari  bhp ,padahal bhp merupakan pengejewantahan  dari liberalisasi  pendidikan.
            Utomo dananjaya direktur institute for iducaton reform paramadina ,dengan tegas menyatakan  bahwa otonomi yang  di berikan kepada institusi pendidikanmestinya adalah otonomi akademik dan manajemen,bukan otonomi pendanaan.rakyat sudah membayar pajak dan mestinya pajak itu di peoritaskan  untuk dana pendidikan
            Menteri pendidikan dan kebudayaan indonesa tahun 1978-1983 Dr.daoed joesoep adalah salah satu mantan pejabat departemen  pendidikan dan kebudayaan  yang secara tegas menolak  dan mengeritik keberadaan  ruu bhp .melalui tulisanya  di harian kompas dengan judul “perdagangan pendidikan “ ia mengatakan  ruu bhp  ini tidak konsekuen  .seharusnya tercantumkan  pasal penyempurnaan berupa perubahan nama departemen  pendidikan nasional (depdiknas ) menjadi departemen perdagangan pendidikan .
            Di  Yogyakarta gubenur daerah istimewa Yogyakarta sri sultan hamengku buwono ke x menyatakan ,pemerintah perlu mengkaji ulang  uubhp  dengan mempertimbangan agumentasi  yang di sampaikan para mahasiswa .kajian itu terutama dilakukan pada pasal  yang mengatur pembiayaan  dalam penyelegaraan pendidikan .
            Ketua ikatan sarjana pendidikan indonesa ,prof.dr.soeddijarto mengatakan bahwa, jika Negara sampai melepas tangung jawab pendanaan pendidikan maka Negara telah melangar  uud 1945,  prof ,dr.soeddijarto ma. Meruakan salah satu saksi ahli  dalam pemohon dalamkesaksianya  ia mengatakan bahwa berbagai ketentuan dalam uu bhp hakekatnya bertentangan  dengan kedudukan indonesa sebagai Negara kesejateraan.
2.2.2.4  Sikap PT BHMN dan PTN          
            Perguruan tinggi telah menjadi  badan hukum milik Negara  dan di pastikan menyetujuhi uu bhp  karena akan  semakin meneguhkan eksintesinya keberadaan uubhp memang di maksudkan untuk memberikanpayung hukumyang kuat bagi PT BHMN –PT BHMN yang telah muncul sejak tahun 2000 demikian pula ptn-ptn yang belum berubah status menjadi PT BHMN keberadaan uubhp  akan memberikan paying yang kuat dan sekaligus memperepat proses berubah status mereka dari PTNmenadi PT BHMN .
            Sikap para pengurusPT BHMN ia sesuai dengan desakan mereka  yang di sampaika usai pertemuan antar PT BHMN di universitas gajah mada daerah istimewa Yogyakarta  berdasarkan hasil pertemuan yang di sampaikan oleh rector ugm,prof.Dr sofian effendi  mereka menyatakan bahwa ruu bhp menjadi kebutuan yang mendesak bagi mereka yang melaksanakan otonomi kampus lima perguruaan tinggi yang telah bersetatus BHMN di nilai terlunta –lunta . karena mengalami kesulitan dalam  pengalangan dana .penyebab nya karena tidak adanya  landasan hukum yang mengatur kerja bagi perguruaan tinggi yang telah berbadan hukum itu.
            Desakan yang sama juga di  samapikan oleh para rector ptn di jawa timur desakan mereka di sampaikan melaui pers  uasai rapat kesiapan ptn di jawa timur untuk mengubah status meJadi BHMN di istitut teknologi Surabaya dan mereka sepakat ptn di jatim sepakat agar pemerintah lebih dulu membuat  UUBHP  sebelum pemerintah member status BHMN kepada PTN sehingga tidak terulang lagi  seperti enpat PTN yang sudah mengubah status nya ,bahkan yang sangat penting  di atur adalah masalah keuangan  “kata puruhito kepada pers.
            Meskipun demikian rector istitut teknologi Surabaya bahwa its tidak siap melaksanakan ketentuanpendanaan dalam UUBHP .priyo suprobo menyatakan  bahwa ITS tidak  mau memberatkan mhasiswa  dengan menaikan biaya perkulian menurut,ya ketidak siapan  itu di putuskan dalam rapat senat istitut teknologi Surabaya  beberapa saat setelah DPR mengesahkan UU BHP .rapat menilai bahwa mahasisawa akan di beratkan  bila menangung sepertiga biaya  oprasional pendidikan (BOP).bila perguruan tinggi  mengambl alih beban tersebut maka ITS tidak akan menjadi pokus pada usaha  meski membuat badan usaha  yang akan menghilangkan ruh pendidikan .hasil rapat tersebut menyatakan ITS akan menjadi badan laya nan umum  dulu sambil memikirkan  sumberdana sepertiga  yang ditentukan oleh UU BHP meskipun akan di tanggung oleh perguruan tinggi.probo juga mengatakan bahwa  yang menjadi pertimbangan adalah  status pegawai negeri yang nanti tidak menjadi pegawai negeri  lagi demikian  juga dengan asset lainya.
            Tapi pada kesempatan lain ,rector ITS  mengatakan hal yang sedikit berbeda .menurut nya penerapan UU BHP  menguntungkan perguruan tinggi karena PTN lebih leluasa mencari  dana dari masarakat . priyo subrobo  mengatakan bahwa kelelusaanm  ituhampir tidak ada dalam rezimPTN. Semua pendapatan universitas harus di seetor kekas Negara  sebelum di pakai .
2.2.3        Pihak Pro UU BHP  
             Berkaitan dengan berbagai penolakan  atas di sahkanya UU BHP ,faisal jalal dikti kementerian pendidikan dan kebudayaan indonesa mengaku bahwa UU BHP tidak akan menyelesaikan semua  maslah pendidikan. Namun UUbhp akan dapat menjawab beberapa  maslah penting dengan tegas ,antara lain adalah  otonomi  satuan pendidikan manajemen ,pendidikan penerimaan mahasiswa baru , dan pembiayaan . ia menyatakan juga dengan ketenyuan alokasi  20%  bagi masiswa miskin ,bahwa perguruan tinggi yang tidak melaksanakan kebijakan  akan di berikan saksi akan di cabut  BHP tersebut  pada kesempatan lain faisaj jalal bahawa masarakat harus  bahwa masarakat harus memahami  semagat UU BHP  karena soal pendanaan  pemerintah di tuntut  berperan lebih besar .ia menyatakan bahwa pemhaman yang keliru ,mukin masarakat melihat praktik di PT BHMN yang biaya kuliyah nya justru lebih mahal di UU BHP biaya  yang di tanggung mahasisawa hanya 1/3  dari biaya oprasional .warga tidak mampu akan semakin terlindungi  karena da kewajiban dari BHP ,dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan beasiswa ,bantuan biaya keridit  dan memberikan pekerjaan pada mahasiswa .ia juga akan melakukan  uji materi , namun ia mengigatkan bahawa pembutan UU  apa saja pasti ada yang pro dan kontrak .RUU BHP  ia telah di anggap telah mengakomondasikan  semua kepentiangan ia memohon pahami dulu esensi  RUU BHP  ini.
2.2.4        Strategi Menolak UU BHP  
            Bagi mereka yang sejak awal menolak keberadaan ruu bhp  maka di sah kanya ruu  menjadi undang –undang  pada tanggal 17 desember 2008  tidak berakhir pula mengakhiri gerakan penolakan nya sebalik nya  justeru emacu  semangat gerakan baru  yang lebih solid dan masif. Pengesahan ruu bhp  menjadi uu baru tidak berarti tamat sudah melawan liberalisasi pendidikan  pengesahan itu  justru menjadi titik awal  untuk membultkan gerakan  dengan melibatkan  stake holder yang belum sulit di ajak  bergerak karena tidak melihat sosok  membahayakan dari  regulasi yang sedang di sunsun.tetapi dengan adanya naskah uu yang teryata lebih buruk dari ruu yang di uji bublikan  maka sosok yang membahayakan  itu makin kongkrit  dan jelas di depan mata .hal itu nampak jelas dari pemberitaan  media masa yang semakin intens  dangerakan –gerakan  massa yang terus berlanjut  setelah di sah kanya RUU BHP  .beberapa stera tegi yang dapat dilakukan  untuk menolak RUU BHP adalah antara lain :mualai dari pembagunan wacana bahwa UU BHP tidak di perlukan ,melakukan judi  cial review ke makamah konsitusi ,sampai dengan melakukan  pengebangan civil  dengan tidak melaksanakan  UU tersebut.
            Megingat pengesahan RUU  BHP  itu mendekati dengan tahun politik pada pemilu tahun 2009  maka keberadaan UU BHP  pun telah menjadi isu politik yang menarik . partai gerindra adalah partai yang baru dan di pimpin oleh prabowo subianto dalam salah satu visimisinya adalah mencabut UU BHP  visi misi  ini apuh menarik simpati para  pemuda  pergerakan . terlepas dari latar belakang politik  prabowo subianto untuk kepentingan prgmatis,  mereka menolak UU BHP pun mendapatkan harapannya  pada partai gerindra tersebut .meskipun  pada saat uji materi yang menghasilkan  pembatalan UU BHP partai gerindra  tidak memiliki andil sama sekali ,tapi bagi kaum pengerakan , pencantuman visi misi  mecabut UU BHP  itu cukup memberikan harapan  bahwa di luar sana masih ada  intitusi partai politik  yang anti terhadap UU BHP .
2.2.4.1  Perang Wacana    
            Usai pengesahan UU BHP  menjadi UU, pemerintah secara otomatis melakukan sosialisasi  kepada public,  baik melalui jalur biokrasi  maupun media massa guna memperkenalkan kepada  public  mengenahi keberadaan  UU BHP tersebut. Sosialisai tersebut dilakukan salah satunya  pengadaan naskah RUU BHP  yang di sah kan untuk disebarkan  kepublik  sekaligus kepada institusi  terkait untunjelaskan  mengenai  keberadaan UU BHP tersebut . tentu saja yang dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya  menyangkut hal –hal yang positif saja  dari UU BHP  karena memang  tujuanya adalah  untuk meyakinkan  kepada publik  megenahi keuntungan UU BHP  sedangkan kedalam jalu biokrasi  maksud untuk membekali aparat departemn  pendidikan dan kebudayaan nasional untuk melakasaka UU BHP tidak akan di kemukakan  karena hal itu dapat  menumbulkan  resistensi  masarakat terhadap UU BHP .
            Soaialisasi yang dilakukan  secra sepihak  oleh pemerintah saja ,pasti akan menimbulkan  distoris informasi  mengenahi keberadaan UU BHP ,sehinga masarakat  pasti akan menerima 100%  karena memang yang di tampilkan  hanya sisi positif saja  dari UU BHP  sedangkan sisi negative nya tidak  mukin akan terangkat.
            Agar sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidak menimbulkan distoris  informasi kepada masarakat ,maka perlu di imbangi  dengan membagun wacana public  tentang sisi negative  dari UU BHP.inilah yang namanya peran wacana  suatu ha yang wajar apabila pemerintah akan melihatvsisi baik saja dari UU BHP   sedangka LSM, kritikus pendidikan ,mahasiswa, atau  masarakat mencoba  melihat sisi negative nya saja. Sebab kalauLSM ,kritikus ,mahasiswa ,atau masarakat  luas melihat dari sisi positif nya saja  berarti tidak akan ada pula chek and balance  didalam emerintahan ,kuhususnya yang menyangkut kebijakan pendidikan oleh sebab itu tidak alergi  bila di cap hanya  melihat sisi negative nya saja.sebalik nya tidak keliru apabila pemerintah hanya melihat  dari sisi baik /positifnya saja kaena itu tugas mereka untuk meyakinkan  kepada publik terhadap kebijakan  yang di ambil . yang paling penting adalah masing-masing pihak  terbuka untuk dialog.sebaliknya ,yang disayangkan  apabila kedua belah pihak anti dialong.dan itu yang terjadi pada paska pengesahan UU BHP ,dialong antar departemen pendidikan nnagan puasional.
            Dengan public tidak pernah terjadi  karena undang –undang  dialong terbuka kurang di respon .satu-satu nya orang yang di respon pada waktu itu adalah  Dr.fasli jalal saja yang pada saat itu  menjabat sebagai dikti perang wacana  melalui berbagai cara  baik mengunakan media massa  yang ada  maupun elektronika serta forum –forum dis kusi yang didasarkan pada argumen alias pokrol  bambu terus di lakukan sampai di ajuknya uji materi terhadap UU BHP ke makamah konsitusi.

2.2.4.2  Pembangkangan Sipil (Civil Disobedience)         
            Pembankangan sipil  merupaka suatu tindakan  yang dapat di lakukan oleh setiap warga Negara  untuk menghadapi suatu represi  yang di lakukan oleh aparatur Negara.  Pembangkan sipil  adalah penolakan  oleh seluruh  atau sebagaian  upaya untuk mengubah kebijakan  pemerintah dengan cara –cara  tanpa kekerasan  pembangkangan sipil merupakan  aksi public dan terbuka  yang bertujuan untuk melangar hukum  demi menuntut,sesuatu  bukan mengabaikan hukum itu sendiri .melangar hukum  dalam rangka  pembangkangan sipil di benarkan oleh rujukan –rujukan  yang lebih tinggi, yang berasal dari prinsip-prinsip agama ,moral,atau politik. Kekutan moral pembangkanngan sipil  ini terutama terletak pada keinginan  menerima hukuman yang di akibatkan oleh pelangaran hukuntersebut dengan karakter moral yang sangat menghindari kekerasan  seperti di iluntrasikan dalam  gagasan mahatma  Gandhi  mengenahi perlawanan tanpa kekersan . pembangkangan sipil yang di pelopori mathama Gandhi di india  dalam menentang pemerintahan inggris pada masa penjajahan akhirnya  diterima sebagai  cara bagi kaum minoritasuntuk secara moralmenekan ,kesewenag-kesewenag kelompok mayoritas.

2.2.4.3  Membangun Tempat Pengaduan (Crisis Center) 
            Keberadaan undang-undang badan hukum pendidikan (UU BHP) sama sekali tidak menghabus keberadaan PT BMHN  yang di kenal semakin hari semakin mahal ,seperti harga barang –barang produksi  manufaktur saja .sebalik ya justru  menjadi paying hukum  bagi keberadaan PT BHMN  seperti yang di jelaskan pada pasal  66 dan mengizinkan badan hukum pendidikan  dalam bentuk portfolio  maupun pembuka badan usaha ( pasal 42 dan 43) .implikasi negative dari undang –undang. Ini adalah praktek kormesialisasi pendidikan akan semakin jadi menjadi  sehingga akses bagi kaum miskin (baik pintar maupun bodoh ) terhadap layanan pendidikan yang semakin sulit.akibatnya  kedepan akan semakin banyak orang yang tidak  bisa mengenyam pendidikan di negeri sendiri. Pasal 46 hanya  mejamin hak-hak orang-oarang miskin tetapi pintar , itu pun kuotanya hanya  20% saja. Sedangkan hak orang-orang miskin dan bodoh  yang komposisinya di masarakat bisa mencapai 40% justru tidak di jamin sama sekali ,padahal mereka di lindungi oleh Negara , dan hak-hak nya sama dengan warga Negara yang lain nya. Sehingga bila UU BHP ini di implementasikan  dan menjadi dasar hukum  pelaksanaan pendidikan di negeri ini,hilang hak –hak orang miskin  dan orang bodoh tersebut.
            Kuota oaring miskin dan pintar pun tidak ada yang menjamin  dapat memenui karena siapa yang akan melakukan control? Takalah PT BHMN  baru berjumlah tuju saja  pemerintah tidak mampu mengontronya ,apalagi di seluruh PTN  berubah status menjadi BHMN atau bhkan BHP .bahkan bukan hanya perguruaan tinggi saja, tapi SDsamapi SLTA pun berubah menjadi BHP ,sulit mengharapkan koota tentang hak  orang miskin  dan pintar itu dapat terpenui oleh BHP.
2.2.5        Uji Peradilan (Judical Review) Ke Mahkamah Konstitusi          
            Uji coba peradialan  adalah kekuatan  pengadilan  unyuk menguji,dan kemungkinan  untuk menganggap  tidak valit suatu undang –undang ,dekrit,peraturan, dan tindakan –tindakan  lembaga pemerintahan lainya ,terutama lesgislatif dan eksekutif . dengan pengertian  klasik, prinsip uji pradilan  berasal dari adanya konsitusi yang telah terkodifikasi dan memukinkan bagi pengadialan  untuk memutuskan  suatu tindakan atau kebijakan  sebgai  tidak sesuai dengan konsitusi.
            Hak  menguji  atas suatu kebijakan  hukum merupakan suatu wacana  baru dalam sistem  hukum di indonesa. Hak ini merupakan  kewenangan  yang memukinkan  terkontrolnya pendayagunaan produk perundang –undangan  di rana peradilan  dari berbagai inflitrasi praktek-praktek perpolitikan para politisi ,baik yang berada  di lesgislatif  maupun eksekutif,yang berpotensi mengagu tegak nya  hak-hak asasi manusia.      
2.2.6        Menolak RUU PT sebagai Ruh UU BHP  
             Paska pembatalan  UU BHP tersebut pemerintah ,cek. Kementerian pendidikan nasional sempat mencoba menyiapkan regulasi  baru sektor pendidikan  sebagai penganti undang-undang  BHP yang di batalkan oleh makamah konsitusi. Adapaun bentuk regulasi  masih bersifat polemis  perpu UU atau peraturan  pemerintah . para rektor perguruan tinggi  badan hukum negara yang di usulkan peraturan itu  dalam bentuk perpu yang kelak di sahkan  mejadi UU ,sehingga lebih kuat.sebalik nya penulis  mengusulkan dalam bentuk PP sebagai turunan  undang-undang  NO.20/2003  tentang sistem pendidikan nasional. Berdasarkan pemaparan menteri pendidikan nasional  di hadapan sejumlah rektor PTN  dan PT BHMN di jawa  yang kebetulan penulis hadir di forum tersebut bersama ketua ABP PTSI.
2.2.7        Menolak RSBI          
            Keberasilan uji materi  UU BHP di makamah konsitusi telah memberikan inspirasi  kepada dua penelolahan  pendidikan swasta yaitu H.macmud  majkur pengurus salafiyah pekalongan  untuk mengkaji materi terhadap UU No20 /2003  tentang sistem pendidikan nasional  yang tercantum pada pasal  55  ayat 4 yang berbunyi lembaga pendidikan berbasis masarakat dapat  memperoleh bantuan teknis, subsidi dana,  dan sumberdaya lain  secara adil dan merata  pemerintah / atau pemerintah daerah. Menurut para pemohon  dalam ayat tersebut merupakan bentuk  diskriminatif pelakuan terhadap sekolah-sekolah  swasta, oleh karena itu mereka berharap  agar makamah konsitusi mengabulkan permohonan mereka  untuk menghabus kata”dapat “  tesebut . teryata pemohonan  mereka di kabulkan oleh makamah konsitusi pada awal 2011  kata dapat di habuskan sesuai pasal 55 ayat 4 di habuskan  sehingga memiliki implikasi  yuridis bahwa lembaga pendidikan  berbasis masarakat berhak memiliki bantuan  teknis,subsidi dana dan sumber daya lain  secara adil dan merata  dan pemerintah dan/atau  pemerintah daerah.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para kapitalis menciptakan dua agenda besar; (1) Agenda-agenda untuk pendidikan yaitu apa yang mereka inginkan untuk disiapkan oleh pendidikan, atau bagaimana kapital menginginkan keuntungan tidak langsung dari pendidikan; dan (2) Agenda-agenda dalam pendidikan yaitu bagaimana kapital mengambil keuntungan langsung dari pendidikan. Pendidikan telah diubah semata-mata sebagai industri yang darinnya keuntungan dapat diperoleh.
Secara umum dampak-dampak neoliberaisasi ini adalah semakin mempersulit mayoritas masyarakat, utamanya masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan, sehingga munculah persoalan semakin lebarnya jarak ketidakadilan antara penduduk yang kaya dan yang miskin, sekaligus juga melestarikan kemiskinan struktural. Di satu pihak, praksis pendidikan memfasilitasi terjadinya akumulasi kapital yang makin bertumpuk pada lapisan golongan menengah atas yang dapat menikmati dunia pendidikan tinggi, di pihak lain, mereka tidak dapat mengakses pendidikan yang bermutu tinggi karena kemiskinan, semakin terpuruk.
Gerakan penolakan ternadap RUU BHP itu di mulai dari kampus-kampus  yang mempunyai status BHMN  yang menyelengarakan diskusi yang mengerintis keberadaan  RUU BHP .mukin  karena mereka sudah  sudah merasakan dampak buruk  dari PT BHP.







DAFTAR PUSTAKA

Darmaningtyas. 2014. Melawan Liberalisme Pendidikan. Malang: Madani 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar